Nelayan Indonesia Mandiri serta Sejahtera, Laut serta Ikan masih Lestari. Bisakah Terwujud?

Menjadi negara kepulauan paling besar dalam dunia, Indonesia mempunyai laut yang bisa diurus sebesar 5.8 juta km2 serta mempunyai kekuatan dan keanekaragaman sumber daya kelautan serta perikanan yang besar sekali. Akan tetapi sangat disayangkan, besarnya kekuatan serta tingginya tingkat produksi tidak dibarengi lewat cara pembangunan budidaya laut berkepanjangan.

Keberlanjutan (Sustainability)—satu dari tiga pilar Kementrian Kelautan serta Perikanan (KKP) selain Kedaulatan (Sovereignty) serta Kesejahteraan (Prosperity)—merupakan satu prinsip pemenuhan keperluan saat ini tiada mengorbankan pemenuhan keperluan generasi hari esok. Bagaimana mencari jalan untuk memajukan ekonomi periode panjang, tiada habiskan modal alam. Demikian kurang lebih pengertian sederhananya.

Perikanan, salah satunya bidang yang dihandalkan untuk pembangunan nasional dan sumber mata pencaharian nelayan, butuh dipertahankan keberlanjutannya. Bukan hanya tingkat penangkapan perikanan, akan tetapi pun aspek-aspek lainnya seperti ekosistem, susunan sosial-ekonomi, komune nelayan serta pengendalian kelembagaannya. Peningkatan perikanan sebaiknya memperhitungkan bio-technico-socio-economic approach yakni dengan biologi tidak mengakibatkan kerusakan atau mengganggu kelestarian sumber daya ikan, dengan tehnis alat tangkap mesti efisien untuk dioperasikan, dengan sosial alat tangkap bisa di terima oleh penduduk nelayan, dengan ekonomi mesti menguntungkan.

Nelayan Indonesia Mandiri serta Sejahtera


Jika dikaji lebih dalam, basic persoalan yang terkait dengan keberlanjutan perikanan ialah belumlah terdapatnya langkah pandang yang mendalam dari semua stakeholder mengenai kondisi perikanan menjadi satu skema. Skema ini tersangkut persoalan kondisi nelayan, produktivitas penangkapan, tingkat penghasilan, tersedianya sumberdaya ikan serta pekerjaan pengendalian perikanan tangkap.

Di lain sisi, nelayan kecil menjadi aktor perikanan tangkap masih tetap mempunyai beberapa persoalan classic, seperti kurangnya pengetahuan serta ketrampilan nelayan, kurangnya armada serta alat tangkap, minimnya modal usaha, pun manajemen usaha yang masih tetap berbentuk tradisionil. Perihal ini juga sebagai aspek terpenting penolakan dengan besar-besaran oleh nelayan akan kebijaksanaan Menteri Perikanan serta Kelautan Susi Pudjiastuti tentang larangan pemakaian cantrang yang sudah sempat ramai beberapa minggu kemarin.

Walau sebenarnya, larangan pemakaian cantrang ini adalah usaha membuat perlindungan biota laut serta memberi kesejahteraan pada beberapa nelayan supaya bisa memperoleh mata pencaharian dalam periode panjang. Cantrang dipandang mengakibatkan kerusakan ekosistem laut sebab pengoperasiannya menyentuh basic perairan hingga punya potensi megganggu ekosistem substrat tempat tumbuhnya organisme sebagai makanan serta habitat ikan, hingga mengakibatkan produktivitas basic perairan alami penurunan. Diluar itu, cantrang pun menjaring beberapa macam ikan dengan beberapa ukuran. Hal itu jelas tidak cocok dengan prinsip keberlanjutan kelautan serta perikanan Indonesia.

Akan tetapi apalah makna diterapkannya kebijaksanaan bila aktor penting kebijaksanaan itu tidak memahami seutuhnya kenapa kebijaksanaan itu dibikin? Yang ada malah demo serta unjuk perasaan sebab terasa diperlakukan tidak adil. Oleh karenanya, langkah penting sebaiknya dengan dikerjakan pencerdasan pada penduduk nelayan mengenai keberlanjutan ekosistem laut, mencakup tingkat serta tehnik penangkapan, ukuran ikan wajar tangkap, keragaman spesies tangkapan, serta pandangan mengenai ekosistem bawah laut.

Bila penduduk nelayan telah teredukasi dengan pengetahuan ekologinya dan mempunyai kecintaan serta kesadaran untuk mengawasi laut tersebut, baru bangun skema ekonomi serta sosialnya, lewat koperasi nelayan salah satunya jalannya. Sebab mengutamakan pada skema ekonomi gotong royong, pemerataan kerja serta pembagian hasil, koperasi nelayan ini bisa meminimalkan ketimpangan sosial serta ekonomi.

Bersamaan dengan perubahan tehnologi, koperasi nelayan pun diinginkan bisa memberi suport logistik dengan mendalam berbasiskan tehnologi dalam bagian perlengkapan, industrialisasi pemrosesan serta pemasaran produk perikanan.

Nelayan yang semula kerja dengan individu memakai kapal tradisionil serta dengan hasil tangkapan seadanya, sesudah memperoleh pencerdasan baik mengenai ekosistem laut ataupun mengenai penambahan ketrampilan nelayan dan masuk bersama dengan koperasi, tidak ada kembali terbatasnya pengetahuan, ketrampilan, armada serta alat tangkap, pun tidak ada kembali kesusahan modal usaha. Sesudah sampai step ini bukan kembali satu perihal yang susah buat nelayan Indonesia agar bisa jadi nelayan profesional seperti di beberapa negara yang bidang perikanannya maju, hingga hasil tangkapannya juga optimal serta yang pasti, sama dengan prinsip berkepanjangan.

Dengan optimalisasi kapasitas nelayan dan suport penuh dari pemerintah, efektifitas perekonomian maritim nusantara akan ikut naik bersama-sama dengan terwujudnya Indonesia menjadi poros maritim dunia dengan keadaan nelayannya yang mandiri serta sejahtera, pun kondisi laut serta ikan yang masih lestari.

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
First